I.
Latar Belakang
Laki-laki dan
perempuan, memiliki ciri (identitas) yang sama dalam penciptaannya, yakni
sama-sama sebagai makhluk Allah yang telah diciptakan dari asal yang sama,
serta bermula dari keturunan yang sama; yakni Nabi Adam as. dan Siti Hawa. Sedangkan
dari sisi psikis dan gender, keduanya berbeda. Meskipun demikian, hal ini tidak
bermakna adanya kekurangan pada satu pihak dan kesempurnaan pada pihak yang
lain. Justru, perbedaan antaralaki-laki dan perempuan membantu perputaran roda
sosial dalam membentuk keseimbangan yang diharapkan dalam masyarakat. Perbedaan
tersebut menyebabkan keduanya memiliki kecenderungan satu sama lain, dan hal
inilah yang menjadi jalan bagi keduanya untuk memenuhi kebutuhan masing-masing.
Salah satu diantara kebutuhan dari dua jenis makhluk Allah yang bernama manusia
ini adalah pernikahan.
Tujuan
dilangsungkannya pernikahan oleh manusia diantaranya untuk melestarikan
kehidupan, menghindari dosa, dan memperoleh ketentraman. Tujuan untuk
memperoleh ketentraman inilah yang menjadi titik tolak utama keberhasilan
sebuah keluarga, yang selanjutnya disebut dengan keluarga sakinah.
Keluarga sakinah. Itulah sebaik kalimat yang sering diucapkan oleh kebanyakan orang,
terutama ketika menghadiri pernikahan, baik pernikahan keluarga sendiri, teman
dekat, tetangga, maupun orang lain. Namun demikian, sebait kalimat yang pendek
ini, memiliki makna yang sangat luas dan sangat sulit untuk diwujudkan. Bahkan
lebih dari itu, tidak sedikit orang yang mengucapkan keluarga sakinah itu
sendiri, tidak memahami arti yang sebenarnya dari keluarga sakinah.
Oleh karena itu, pembahasan dalam makalah
ini, akan difokuskan kepada pengertian keluarga sakinah dan pola-pola
pembentukannya.
II.
Pengertian Keluarga
Sakinah
a.
Pengertian Keluarga
Berbagai definisi mengenai keluarga telah dikemukakan oleh para
ilmuwan maupun lembaga, yang memberikan gambaran betapa pentingnya arti sebuah
keluarga.
Duvall dan Logan ( 1986 ) mendefinisikan Keluarga dengan sekumpulan orang dengan
ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan
untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial
dari tiap anggota keluarga.
Bailon dan Maglaya ( 1978 ) mendefinisan Keluarga
dengan pengertian dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya
hubungan darah,
perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain,
mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu
budaya. Departemen Kesehatan
RI ( 1988 ) mendefinisikan Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta
tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan.
Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat di tarik suatu
kesimpulan, bahwa yang disebut keluarga adalah berkumpulnya dua individu atau
lebih yang diikat oleh tali pernikahan dalam upaya melestarikan kehidupan.
Definisi-definisi tersebut diatas juga
memberikan gambaran mengenai karakteristik dari sebuah keluarga. Adapun
karakteristik-karakteristik dari sebuah keluarga adalah sebagai berikut:
1. Terdiri dari dua atau lebih individu
yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi;
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama
atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain;
3. Anggota
keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial :
suami, istri, anak, kakak dan adik;
4. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
b.
Pengertian Sakinah
Pengambilan kata sakinah yang
ditujukan pada tujuan pernikahan di dalam islam, diambil dari ayat ke 21 dari
al-Qur’an Surat al-Rum, sebagai berikut
:
ô`ÏBur
ÿ¾ÏmÏG»t#uä
÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøs9Î)
@yèy_ur
Nà6uZ÷t/ Zo¨uq¨B
ºpyJômuur
4
¨bÎ)
Îû y7Ï9ºs ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 tbrã©3xÿtGt ÇËÊÈ
21. dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Dalam ayat tersebut di atas ada kalimat “
litaskunuu ilaiha”., yang dalam terjemah bahasa Indonesia lebih diartikan
dengan “ supaya kamu cenderung dan tentram kepadanya”. Kalimat “litaskunuu” ini
lah, yang kemudian membentuk kata sakinah.
Di dalam bahasa Arab, kata-kata sakinah
berasal dari kata-kata “ sakana – yaskunu – sukunun – sakinatun “, dimana di
dalamnya terkandung makna “ tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap
dan memperoleh pembelaan.
Dalam ayat tersebut di atas, Allah SWT
memberikan jodoh dan menjadikan perjodohan diantara manusia itu agar seseorang
merasa tentram terhadap yang lainnya. Pengertian ini pula yang digunakan dalam
ayat-ayat al-Qur’an maupun al-Hadits dalam menggambarkan kehidupan manusia.
Dari dua definisi di atas yakni tentang
keluarga dan sakinah, maka dapatlah kita definisikan bahwa keluarga sakinah itu
adalah berkumpulnya dua individu atau lebih yang diikat oleh tali pernikahan
dalam upaya melestarikan kehidupan dimana dalamnya terdapat interaksi yang
melahirkan ketenangan, rasa aman, kemantapan baik ekonomi, fisik, maupun
psikis, saling menghormati, saling mengasihi dan menyayangi, serta saling
membela satu sama lain.
Keluarga sakinah merupakan kondisi
keluarga yang sangat ideal dalam menjalani kehidupannya, dimana keluarga yang
ideal seperti ini sangat jarang adanya. Namun sekalipun sangat jarang
keberadaannya, bukan berarti tidak dapat diwujudkan, hanya saja dalam upaya
mewujudkannya diperlukan pengorbanan yang sangat besar dan sangat panjang, baik
pengorbanan waktu, materi, ilmu dan lain-lain.
Sebuah keluarga merupakan cerminan atau
miniature dari suatu masyrakat, karena masyarakat itu dibentuk dari
keluarga-keluarga yang ada dalam suatu komunitas. Suatu masyarakat maju pasti
dibentuk oleh keluaraga-keluarga yang maju, suatu masyarakat yang aman, pasti
dibentuk oleh keluarga-keluarga yang aman, dan suatu masayarakat beragama,
karena dibentuk oleh keluarga-keluarga yang beragama. Dengan demikian, maka
sebuah keluarga menjadi tolok ukur akan keberadaan suatu masyarakat.
Uraian tentang konsep keluarga sakinah
dalam Islam diambil dari al Qur’an dan al-Hadits sebaagi sumber hokum bagi
ummat islam, karena Al Qur’an merupakan sumber yang tak pernah kering dan
keseluruhannya dijabarkan oleh al-Hadits.
Oleh karena itu sesunguhnya perlu kajian yang sangat mendalam
terhadap al-Qur’an dan al-Hadits guna memperoleh gambaran yang sempurna
mengenai keluarga sakinah ini.
Secara singkat mengenai gambaran keluarga
sakinah ini adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof.DR.H. Achmad Mubarok MA.[1] Menurut beliau bahwa sebuah keluarga
sakinah dibentuk di atas 5 (lima) pilar utama. Ke lima pilar pembentuk keluarga
sakinah tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Dalam
keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah jenis
cinta membara, yang menggebu-gebu dan “nggemesi”, sedangkan rahmah adalah jenis
cinta yang lembut, siap berkorban dan siap melindungi kepada yang
dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah
tangga, sebaliknya, rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah;
b.
Hubungan
antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan
yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna, Q/2:187). Fungsi
pakaian ada tiga, yaitu (a) menutup aurat, (b) melindungi diri dari panas
dingin, dan (c) perhiasan. Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan
diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami
tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika isteri
sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga
sebaliknya. Isteri harus selalu tampil
membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan isteri, jangan
terbalik di luaran tampil menarik orang banyak, di rumah “nglombrot”
menyebalkan;
c.
Suami
isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut
(ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19).
Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan
nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami isteri yang
berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya;
d.
Menurut
hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat (idza aradallohu bi ahli
baitin khoiran dst); (a) memiliki kecenderungan kepada agama, (b) yang muda
menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda, (c) sederhana dalam
belanja, (d) santun dalam bergaul dan (e) selalu introspeksi;
e.
Menurut
hadis Nabi juga, empat hal akan menjadi faktor yang mendatangkan kebahagiaan
keluarga (arba`un min sa`adat al mar’i), yakni (a) suami / isteri yang setia
(saleh/salehah) , (b) anak-anak yang berbakti, (c) lingkungan sosial yang sehat
, dan (d) dekat rizkinya.
III. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pembentukan Keluarga Sakinah
Banyak sekali factor yang dapat
mempengaruhi terbentuknya sebuah keluarga sakinah, baik factor internal; yakni
factor yang bersumber dari dalam diri suami istri, maupun factor eksternal;
yakni factor yang bersumber di luar suami istri; baik lingkungan social dimana
mereka tinggal, maupun budaya keluarga darimana mereka berasal.
Diantara factor-factor yang dapat
mempengaruhi terhadap pembentukan keluarga sakinah itu adalah sebagai berikut :
a.
Faktor utama
Factor-faktor
utama yang mempengaruhi pembentukan keluarga sakinah antara lain adalah :
1.
Memahami hak suami
terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami.
Suami
memiliki hak terhadap istrinya, dimana hak tersebut harus diberikan oleh istri
sebagai sebuah kewajiban terhadap suaminya. Hak suami atas istrinya antara
lain, suami berhak untuk dihormati, dilayani, dimaafkan bila terdapat
kesalahan, diluruskan bila terjadi kekhilafan, dibantu bila memperoleh
kesulitan, dihibur bila mendapatkan kegelisahan, dan lain-lain;
1.1.
Memahami kedudukan suami.
Dalam
kehidupan keluarga, suami adalah pemimpin tertinggi atau disebut dengan qawwam.
Sebagai pemegang jabatan tertinggi dalam keluarga, maka secara keseluruhan
suami merupakan penanggung jawab kehidupan keluarga. Maju mundurnya keluarga,
sangat bergantung kepada seorang suami. Dalam hal ini, maka istri memiliki
tanggung jawab untuk membantu suami dalam mengelola keluarga.
1.2. Suami merupakan pemimpin yang dipilihkan
Allah
Suami adalah pemimpin yang telah dipilihkan Allah
bagi seorang istri dan seluruh keturunannya. Dalam tugasnya sebagai seorang pemimpin,
maka suami harus menjadi tauladan bagi seluruh anggota keluarganya,
bermusyawarah dalam mengambil satu keputusan untuk kemaslahatan keluarganya,
dan lain-lain;
1.3. Ta’at dan patuh terhadap suami
Allah
dan Rasul-Nya telah memberikan batasan mengenai ketaatan seorang hamba terhadap
hamba yang lainnya, termasuk ketaatan seorang istri terhadap suaminya; yakni
sepanjang suami tidak memerintahkan maksiat kepada istri dan anak-anaknya.
Selama perintah dan larangannya tidak bertabrakan dengan perintah Allah dan
Rasul-Nya, maka seorang istri dan anak-anaknya wajib taat kepada suaminya.
2. Suami harus mampu menjaga dan dijaga kehormatan
dirinya
Yang termasuk dalam kategori menjaga dan dijaga kehormatan
dirinya adalah :
2.1. Menjaga Akhlak dalam Pergaulan
Seseorang tidak akan mungkin lepas dari
pergaulannya di tengah-tengah masyarakat, karena manusia adalah makhluk social
yang memerlukan pergaulan dengan masyarakat. Maka dalam melaksanakan pergaulan
dengan masyarakat ini suami harus bisa menjaga akhlaknya. Akhlak seorang suami
dalam pergaulannya ditengah-tengah masyarakat, akan mencitrakan kehidupan
keluarganya dimasyarakat tersebut. Demikian juga dengan akhlak istrinya, karena
kebaikan akhlakseorang istri akan memberikan penilaian yang positif terhadap
seorang suami.
2.2. Menjaga harga diri suami
Menjaga harga diri seorang suami bisa dilakukan
oleh suami itu sendiri, istri, maupun oleh anak-anaknya. Suami yang berupaya
menjaga harga dirinya, pantang untuk melakukan satu perbuatan yang dapat
menurunkan harga dirinya, seperti mencuri dan lain-lain. seorang istri yang
berupaya menjaga harga diri suaminya pantang untuk memasukkan orang lain yang
bukan muhrimnya ke rumahnya tanpa izin dari suami. Dan anak yang berusaha
menjaga harga diri orang tuanya, pantang untuk melakukan satu perbuatan yang
bisa menghancurkan harga diri orang tuanya.
3.
Berkhidmat kepada Suami
Berkhidmat
kepada suami dalam arti mendudukan suami pada posisinya, baik sebagai pemimpin
yang dihormati, dihargai dan ditaati, maupun sebagai pengambil keputusan untuk
kemaslahatan keluarga. Diantara perilaku yang merupakan bentuk nyata khidmat
seorang istri terhadap suaminya adalah: menyiapkan dan melayani kebutuhan suami
baik lahir maupun batin, menyiapkan keperluan kerja suami, mengantar dan
mendo’akan suami, serta menanti dengan setia kedatangan suami dari tempat
bekerja, senantiasa bersyukur kepada Allah atas rizki yang telah dikaruniakan,
serta berterima kasih pada suami atas apa yang diberikannya serta dimanfaatkan
semaksimal mungkin untuk kemaslahatan keluaraga.
4.
Memahami Hak-hak Istri
yang Menjadi Kewajiban Suami
Suami
dan istri sebagaimana telah disebutkan di atas, memiliki hak dan kewajiban yang
seimbang dan proporsional. Adapun yang menjadi hak-hak istri dan merupakan
kewajiban suami adalah sebagai berikut :
4.1.
Mendapatkan Mahar yang Layak
Mahar
atau maskawin meruapakan salah satu syarat pernikahan. Maka seorang istri
berhak mengajukan mahar untuk dirinya ketika akan dinikahi oleh seorang
laki-laki. Maka mahar tersebut menjadi hak bagi istri dan menjadi kewajiban
bagi suami untuk memberikannya sesuai dengan apa yang diinginkannya sebelum
akad nikah. Apabila mahar tersebut belum dibayarkan, maka istri berhak menuntut
mahar tersebut dan berhak untuk digauli oleh suaminya sebelum maharnya
dibayarkan;
4.2. Mendapatkan nafakah
Seorang istri berhak
mendapatkan nafakah dari suaminya, baik nafkah lahir maupun nafkah batin.
Termasuk dalam kategori nafkah lahir adalah rumah tempat bernanung, pakaian,
makanan, dll. Adapun yang termasuk nafkah batin adalah perlindungan,
ketenangan, pendidikan agama, kasih saying, keluangan waktu, mendengarkan keluh
kesahnya, dll. Termasuk juga dalam nafkah batin ini adalah menjaga nama baik
istri dan nama baik keluarga besar istrinya;
4.3. Tatakrama terhadap Istri
Perlakuan
sopan seorang suami terhadap istrinya, akan menimbulkan motivasi padaseorang
istri untuk bersikap lebih sopan terhadap suaminya. Selain itu, kesopanan
seorang suami terhadap istrinya, akan mengukuhkan eksistensi seorang istri
dihadapan anak-anaknya dan keluarga besarnya.
b.
Faktor Penunjang
Diantara
factor-faktor penunjang dalam pembentukan keluarga sakinah adalah sebagai
berikut :
1.
Bersikap realistis
Bersikaf realistis di sini adalah menerima
kenyataan dari pasangan hidup yang merupakan pilihan kita sendiri. Suami harus
menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada istrinya, pun sebaliknya.
Selain itu dimaksudkan dengan realistis ini adalah memanfaatkan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi intinya adalah adanya keridhoan atas
karunia Allah yang telah dilimpahkan dan berusaha semaksimal mungkin
memanfaatkan karunia tersebut.
2.
Peningkatan pengetahuan
Bukan
hanya pengetahuan ajgama yang dibutuhkan dalam menjalani kehidupan keluarga,
namun pengetahuan umum lainnya pun dibutuhkan. Pengetuan umum yang banyak
dibutuhkan dalam mendukung terbentuknya keluarga sakinah adalah pengethuan
tentang memasak, mengelola keuangan, tatacara berbusana, ilmu kecantikan dan
lain-lain. Semua ilmu tersebut dipergunakan untuk memelihara keutuhan keluarga.
3.
Salturrahmi
Silaturrahmi
merupakan salah satu factor penunjang bagi pembentukan keluarga sakinah.
Silaturrahmi di sini dimaksudkan silaturrahmi antara suami-istri dengan
keluarganya (ibu dan bapaknya), dengan saudara-saudaranya, termasuk di dalamnya
dengan saudara-saudara dari kedua orang tunanya. Pemeliharaan hubungan
silaturrahnmi ini, akan sangat membantu dalam menjaga keutuhan keluarga,
sehingga tatakala ada sebuah permasalahan yang menghinggapinya, keluarga yang
lain akan membantunya.
Demikianlah sekelumit tentang pola pembentukan
keluarga sakinah. Semoga Allah memberi kekuatan, kesabaran dan keberkahan
kepada kita dalam membentuk keluarga sakinah sehingga terealisir izzatul islam
walmuslimin. Amiin Allahumma Amiin…
Oleh : AHMAD ZAILANI AW, M.Ag.