Rabu, 29 Agustus 2012

POLA PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH



I.     Latar Belakang

Laki-laki dan perempuan, memiliki ciri (identitas) yang sama dalam penciptaannya, yakni sama-sama sebagai makhluk Allah yang telah diciptakan dari asal yang sama, serta bermula dari keturunan yang sama; yakni Nabi Adam as. dan Siti Hawa. Sedangkan dari sisi psikis dan gender, keduanya berbeda. Meskipun demikian, hal ini tidak bermakna adanya kekurangan pada satu pihak dan kesempurnaan pada pihak yang lain. Justru, perbedaan antaralaki-laki dan perempuan membantu perputaran roda sosial dalam membentuk keseimbangan yang diharapkan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut menyebabkan keduanya memiliki kecenderungan satu sama lain, dan hal inilah yang menjadi jalan bagi keduanya untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. Salah satu diantara kebutuhan dari dua jenis makhluk Allah yang bernama manusia ini adalah pernikahan.
Tujuan dilangsungkannya pernikahan oleh manusia diantaranya untuk melestarikan kehidupan, menghindari dosa, dan memperoleh ketentraman. Tujuan untuk memperoleh ketentraman inilah yang menjadi titik tolak utama keberhasilan sebuah keluarga, yang selanjutnya disebut dengan keluarga sakinah.
Keluarga sakinah. Itulah sebaik kalimat yang sering diucapkan oleh kebanyakan orang, terutama ketika menghadiri pernikahan, baik pernikahan keluarga sendiri, teman dekat, tetangga, maupun orang lain. Namun demikian, sebait kalimat yang pendek ini, memiliki makna yang sangat luas dan sangat sulit untuk diwujudkan. Bahkan lebih dari itu, tidak sedikit orang yang mengucapkan keluarga sakinah itu sendiri, tidak memahami arti yang sebenarnya dari keluarga sakinah.
Oleh karena itu, pembahasan dalam makalah ini, akan difokuskan kepada pengertian keluarga sakinah dan pola-pola pembentukannya.


II.      Pengertian Keluarga Sakinah
a.      Pengertian Keluarga
Berbagai definisi mengenai keluarga telah dikemukakan oleh para ilmuwan maupun lembaga, yang memberikan gambaran betapa pentingnya arti sebuah keluarga.
Duvall dan Logan ( 1986 ) mendefinisikan Keluarga dengan sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.
Bailon dan Maglaya ( 1978 ) mendefinisan  Keluarga dengan pengertian dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. Departemen Kesehatan RI ( 1988 )  mendefinisikan  Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat di tarik suatu kesimpulan, bahwa yang disebut keluarga adalah berkumpulnya dua individu atau lebih yang diikat oleh tali pernikahan dalam upaya melestarikan kehidupan.
Definisi-definisi tersebut diatas juga memberikan gambaran mengenai karakteristik dari sebuah keluarga. Adapun karakteristik-karakteristik dari sebuah keluarga adalah sebagai berikut:
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi;
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain;
3.  Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial : suami, istri, anak, kakak dan adik;
4. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.


b.      Pengertian Sakinah
Pengambilan kata sakinah yang ditujukan pada tujuan pernikahan di dalam islam, diambil dari ayat ke 21 dari al-Qur’an Surat  al-Rum, sebagai berikut :
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4
¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ ÇËÊÈ  
21. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Dalam ayat tersebut di atas ada kalimat “ litaskunuu ilaiha”., yang dalam terjemah bahasa Indonesia lebih diartikan dengan “ supaya kamu cenderung dan tentram kepadanya”. Kalimat “litaskunuu” ini lah, yang kemudian membentuk kata sakinah.
Di dalam bahasa Arab, kata-kata sakinah berasal dari kata-kata “ sakana – yaskunu – sukunun – sakinatun “, dimana di dalamnya terkandung makna “ tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan.
Dalam ayat tersebut di atas, Allah SWT memberikan jodoh dan menjadikan perjodohan diantara manusia itu agar seseorang merasa tentram terhadap yang lainnya. Pengertian ini pula yang digunakan dalam ayat-ayat al-Qur’an maupun al-Hadits dalam menggambarkan kehidupan manusia.
Dari dua definisi di atas yakni tentang keluarga dan sakinah, maka dapatlah kita definisikan bahwa keluarga sakinah itu adalah berkumpulnya dua individu atau lebih yang diikat oleh tali pernikahan dalam upaya melestarikan kehidupan dimana dalamnya terdapat interaksi yang melahirkan ketenangan, rasa aman, kemantapan baik ekonomi, fisik, maupun psikis, saling menghormati, saling mengasihi dan menyayangi, serta saling membela satu sama lain.
Keluarga sakinah merupakan kondisi keluarga yang sangat ideal dalam menjalani kehidupannya, dimana keluarga yang ideal seperti ini sangat jarang adanya. Namun sekalipun sangat jarang keberadaannya, bukan berarti tidak dapat diwujudkan, hanya saja dalam upaya mewujudkannya diperlukan pengorbanan yang sangat besar dan sangat panjang, baik pengorbanan waktu, materi, ilmu dan lain-lain.
Sebuah keluarga merupakan cerminan atau miniature dari suatu masyrakat, karena masyarakat itu dibentuk dari keluarga-keluarga yang ada dalam suatu komunitas. Suatu masyarakat maju pasti dibentuk oleh keluaraga-keluarga yang maju, suatu masyarakat yang aman, pasti dibentuk oleh keluarga-keluarga yang aman, dan suatu masayarakat beragama, karena dibentuk oleh keluarga-keluarga yang beragama. Dengan demikian, maka sebuah keluarga menjadi tolok ukur akan keberadaan suatu masyarakat.
Uraian tentang konsep keluarga sakinah dalam Islam diambil dari al Qur’an dan al-Hadits sebaagi sumber hokum bagi ummat islam, karena Al Qur’an merupakan sumber yang tak pernah kering dan keseluruhannya dijabarkan oleh al-Hadits.  Oleh karena itu sesunguhnya  perlu kajian yang sangat mendalam terhadap al-Qur’an dan al-Hadits guna memperoleh gambaran yang sempurna mengenai keluarga sakinah ini.
Secara singkat mengenai gambaran keluarga sakinah ini adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof.DR.H. Achmad Mubarok MA.[1] Menurut beliau bahwa sebuah keluarga sakinah dibentuk di atas 5 (lima) pilar utama. Ke lima pilar pembentuk keluarga sakinah tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah jenis  cinta membara, yang menggebu-gebu dan “nggemesi”, sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut,  siap berkorban dan siap melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah;
b.      Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna, Q/2:187). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu (a) menutup aurat, (b) melindungi diri dari panas dingin, dan (c) perhiasan. Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan isteri, jangan terbalik di luaran tampil menarik orang banyak, di rumah “nglombrot” menyebalkan;
c.       Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19). Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami isteri yang berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya;
d.      Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat (idza aradallohu bi ahli baitin khoiran dst); (a) memiliki kecenderungan kepada agama, (b) yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda, (c) sederhana dalam belanja, (d) santun dalam bergaul dan (e) selalu introspeksi;
e.       Menurut hadis Nabi juga, empat hal akan menjadi faktor yang mendatangkan kebahagiaan keluarga (arba`un min sa`adat al mar’i), yakni (a) suami / isteri yang setia (saleh/salehah) , (b) anak-anak yang berbakti, (c) lingkungan sosial yang sehat , dan (d) dekat rizkinya.
III.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Keluarga Sakinah
Banyak sekali factor yang dapat mempengaruhi terbentuknya sebuah keluarga sakinah, baik factor internal; yakni factor yang bersumber dari dalam diri suami istri, maupun factor eksternal; yakni factor yang bersumber di luar suami istri; baik lingkungan social dimana mereka tinggal, maupun budaya keluarga darimana mereka berasal.
Diantara factor-factor yang dapat mempengaruhi terhadap pembentukan keluarga sakinah itu adalah sebagai berikut :
a.       Faktor utama
Factor-faktor utama yang mempengaruhi pembentukan keluarga sakinah antara lain adalah :
1.      Memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami.
Suami memiliki hak terhadap istrinya, dimana hak tersebut harus diberikan oleh istri sebagai sebuah kewajiban terhadap suaminya. Hak suami atas istrinya antara lain, suami berhak untuk dihormati, dilayani, dimaafkan bila terdapat kesalahan, diluruskan bila terjadi kekhilafan, dibantu bila memperoleh kesulitan, dihibur bila mendapatkan kegelisahan, dan lain-lain;
1.1. Memahami kedudukan suami.
Dalam kehidupan keluarga, suami adalah pemimpin tertinggi atau disebut dengan qawwam. Sebagai pemegang jabatan tertinggi dalam keluarga, maka secara keseluruhan suami merupakan penanggung jawab kehidupan keluarga. Maju mundurnya keluarga, sangat bergantung kepada seorang suami. Dalam hal ini, maka istri memiliki tanggung jawab untuk membantu suami dalam mengelola keluarga.
1.2. Suami merupakan pemimpin yang dipilihkan Allah
Suami adalah pemimpin yang telah dipilihkan Allah bagi seorang istri dan seluruh keturunannya. Dalam tugasnya sebagai seorang pemimpin, maka suami harus menjadi tauladan bagi seluruh anggota keluarganya, bermusyawarah dalam mengambil satu keputusan untuk kemaslahatan keluarganya, dan lain-lain;
1.3.  Ta’at dan patuh terhadap suami
Allah dan Rasul-Nya telah memberikan batasan mengenai ketaatan seorang hamba terhadap hamba yang lainnya, termasuk ketaatan seorang istri terhadap suaminya; yakni sepanjang suami tidak memerintahkan maksiat kepada istri dan anak-anaknya. Selama perintah dan larangannya tidak bertabrakan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, maka seorang istri dan anak-anaknya wajib taat kepada suaminya.
2.      Suami harus mampu menjaga dan dijaga kehormatan dirinya
Yang termasuk dalam kategori menjaga dan dijaga kehormatan dirinya adalah :
2.1. Menjaga Akhlak dalam Pergaulan
Seseorang tidak akan mungkin lepas dari pergaulannya di tengah-tengah masyarakat, karena manusia adalah makhluk social yang memerlukan pergaulan dengan masyarakat. Maka dalam melaksanakan pergaulan dengan masyarakat ini suami harus bisa menjaga akhlaknya. Akhlak seorang suami dalam pergaulannya ditengah-tengah masyarakat, akan mencitrakan kehidupan keluarganya dimasyarakat tersebut. Demikian juga dengan akhlak istrinya, karena kebaikan akhlakseorang istri akan memberikan penilaian yang positif terhadap seorang suami.
2.2.  Menjaga harga diri suami
Menjaga harga diri seorang suami bisa dilakukan oleh suami itu sendiri, istri, maupun oleh anak-anaknya. Suami yang berupaya menjaga harga dirinya, pantang untuk melakukan satu perbuatan yang dapat menurunkan harga dirinya, seperti mencuri dan lain-lain. seorang istri yang berupaya menjaga harga diri suaminya pantang untuk memasukkan orang lain yang bukan muhrimnya ke rumahnya tanpa izin dari suami. Dan anak yang berusaha menjaga harga diri orang tuanya, pantang untuk melakukan satu perbuatan yang bisa menghancurkan harga diri orang tuanya.                    
3.      Berkhidmat kepada Suami
Berkhidmat kepada suami dalam arti mendudukan suami pada posisinya, baik sebagai pemimpin yang dihormati, dihargai dan ditaati, maupun sebagai pengambil keputusan untuk kemaslahatan keluarga. Diantara perilaku yang merupakan bentuk nyata khidmat seorang istri terhadap suaminya adalah: menyiapkan dan melayani kebutuhan suami baik lahir maupun batin, menyiapkan keperluan kerja suami, mengantar dan mendo’akan suami, serta menanti dengan setia kedatangan suami dari tempat bekerja, senantiasa bersyukur kepada Allah atas rizki yang telah dikaruniakan, serta berterima kasih pada suami atas apa yang diberikannya serta dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kemaslahatan keluaraga.
4.      Memahami Hak-hak Istri yang Menjadi Kewajiban Suami
Suami dan istri sebagaimana telah disebutkan di atas, memiliki hak dan kewajiban yang seimbang dan proporsional. Adapun yang menjadi hak-hak istri dan merupakan kewajiban suami adalah sebagai berikut :
4.1. Mendapatkan Mahar yang Layak
Mahar atau maskawin meruapakan salah satu syarat pernikahan. Maka seorang istri berhak mengajukan mahar untuk dirinya ketika akan dinikahi oleh seorang laki-laki. Maka mahar tersebut menjadi hak bagi istri dan menjadi kewajiban bagi suami untuk memberikannya sesuai dengan apa yang diinginkannya sebelum akad nikah. Apabila mahar tersebut belum dibayarkan, maka istri berhak menuntut mahar tersebut dan berhak untuk digauli oleh suaminya sebelum maharnya dibayarkan;
4.2. Mendapatkan nafakah
       Seorang istri berhak mendapatkan nafakah dari suaminya, baik nafkah lahir maupun nafkah batin. Termasuk dalam kategori nafkah lahir adalah rumah tempat bernanung, pakaian, makanan, dll. Adapun yang termasuk nafkah batin adalah perlindungan, ketenangan, pendidikan agama, kasih saying, keluangan waktu, mendengarkan keluh kesahnya, dll. Termasuk juga dalam nafkah batin ini adalah menjaga nama baik istri dan nama baik keluarga besar istrinya;

4.3.  Tatakrama terhadap Istri
Perlakuan sopan seorang suami terhadap istrinya, akan menimbulkan motivasi padaseorang istri untuk bersikap lebih sopan terhadap suaminya. Selain itu, kesopanan seorang suami terhadap istrinya, akan mengukuhkan eksistensi seorang istri dihadapan anak-anaknya dan keluarga besarnya.
b.      Faktor Penunjang
Diantara factor-faktor penunjang dalam pembentukan keluarga sakinah adalah sebagai berikut :
1.      Bersikap realistis
Bersikaf realistis di sini adalah menerima kenyataan dari pasangan hidup yang merupakan pilihan kita sendiri. Suami harus menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada istrinya, pun sebaliknya. Selain itu dimaksudkan dengan realistis ini adalah memanfaatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi intinya adalah adanya keridhoan atas karunia Allah yang telah dilimpahkan dan berusaha semaksimal mungkin memanfaatkan karunia tersebut.
2.      Peningkatan pengetahuan
Bukan hanya pengetahuan ajgama yang dibutuhkan dalam menjalani kehidupan keluarga, namun pengetahuan umum lainnya pun dibutuhkan. Pengetuan umum yang banyak dibutuhkan dalam mendukung terbentuknya keluarga sakinah adalah pengethuan tentang memasak, mengelola keuangan, tatacara berbusana, ilmu kecantikan dan lain-lain. Semua ilmu tersebut dipergunakan untuk memelihara keutuhan keluarga.
3.      Salturrahmi
Silaturrahmi merupakan salah satu factor penunjang bagi pembentukan keluarga sakinah. Silaturrahmi di sini dimaksudkan silaturrahmi antara suami-istri dengan keluarganya (ibu dan bapaknya), dengan saudara-saudaranya, termasuk di dalamnya dengan saudara-saudara dari kedua orang tunanya. Pemeliharaan hubungan silaturrahnmi ini, akan sangat membantu dalam menjaga keutuhan keluarga, sehingga tatakala ada sebuah permasalahan yang menghinggapinya, keluarga yang lain akan membantunya.

Demikianlah sekelumit tentang pola pembentukan keluarga sakinah. Semoga Allah memberi kekuatan, kesabaran dan keberkahan kepada kita dalam membentuk keluarga sakinah sehingga terealisir izzatul islam walmuslimin. Amiin Allahumma Amiin…

Oleh : AHMAD ZAILANI AW, M.Ag. 
Kepala KUA Kec. Bandung Wetan

Selasa, 28 Agustus 2012

Nasihat Orang Tua Kepada Putra Putrinya Ketika Menikah


Wahai putriku, ketahuilah istri yang baik itu,…..adalah :
  1.  Selalu tampil dengan dandanan rapih dan indah dihadapan suami,selalu bersih, baik badan, pakaian, rumah, maupun lingkungan. istriyang tidak mengindahkan kebersihan menjauhkan suami danmendorongnya kepelukan wanita lain yang bersih.
  2. Putriku, taat dan patuhlah kepada suamimu tetapi bukan dalamberma’siat kepada Allah SWT., Peliharalah anak-anakmu kelak dantidak diasuh oleh pelayan atau tangan orang lain didiklah anak-anakmudengan keimanan dan akhlak yang baik.
  3. Selalulah kamu rela dan puas dengan pemberian suamimu baiksedikit maupun banyak dan janganlah menuntut suami dengan hal-halyang diluar kemampuannya.
  4. Uruslah rumah tanggamu dengan baik dan membelanjakan uangpada tempat yang benar, sasaran yang baik, dan hal-hal yangdiperlukan saja.
  5. Peliharalah pakaianmu, perabot, dan alat rumah tangga agar lebihawet. Hal yang demikian lebih meringankan beban suami danmeningkatkan simpati serta menimbulkan penghargaan dari suamiterhadap diri sang istri.
  6. Berakhlak baik dalam sikap, tindakan, dan tutur katamu. Selalutersenyum dalam menyambut suami dengan ucapan yangmenyenangkan dan melegakan hati. Penuh cinta dan kasih sayang.
  7. Bergaulah dengan keluarga suami dengan baik, terutama ibumertuamu. hormatilah, sayangilah, dan bersikap lemah lembut danmengalah terhadap mereka. Tidak memonopoli suami danmenempatkan suami dalam keadaan sulit, yaitu memilih ibu atau istri.Suami yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berbaktikepada orang tua pasti akan memilih ibunya.
  8. Hormati cita rasa suami. Menyertai suami dalam hati nurani dantenggang rasa. Berhati-hati dalam melontarkan ucapan jangan sampaimenyinggung dan melukai perasaan suami. Memberi kesan atauisyarat cinta kasih dan rasa bangga, demi memperkokoh kelestarianikatan pernikahanmu.


Dan kepada putraku,ketahuilah Suami yang baik itu,…….adalah :
  1.  Memiliki kelebihan dalam soal kebenaran dan kejujuran sejak akanmeminang. Berterus terang dalam menerangkan umur dan lainnya.
  2.  Senang bersendau gurau, ramah tamah terhadap istri, memberi istrihak untuk hiburan, kesenangan yang wajar. Pergi bersama untuk hadirresepsi, ziarah dll
  3.  Tidak terlalu cemburu, sabar, tidak banyak mengoreksi danmencari-cari kesalahan istri, jujur , terbuka, tidak suka menggunakanancaman cerai dan selalu bertanggungjawab.
  4.  Dengan istri selalu berbicara dengan sopan, lembut dan beradap
  5.  Memberi nafkah yang halal kepada keluarga dengan keseimbangan,tidak boros dan tidak kikir. Tidak membeli barang yang tidakdiperlukan
  6.  Selalu tampil indah dan berdandan baik, apa yang terlihat oleh istridari suami ialah yang baik dan harum.
  7. Menyimpan rahasia keluarga dan rahasia rumah tangga yang dapatmenjadi buah bibir dan bahan cerita dalam masyarakat.
  8. Memelihara penampilan yang berwibawa, penuh cinta, menyayangi,menghormati, menghargai dan memuliakan keluarga istri.


Rabu, 08 Agustus 2012

Zakat Fitrah


RUKUN ZAKAT FITRAH
Rukun zakat fitrah adalah segala sesuatu yang harus ada dalam pelaksanaan zakat fitrah.
Rukun zakat fitrah adalah sebagai berikut :
a) Niat untuk menunaikan zakat fitrah dengan ikhlas,semata-mata karena Allah swt.
b) Ada orang yang menunaikan zakat fitrah
c) Ada orang yangmenerima zakat fitrah
d) Ada barang atau makanan pokok yang dizakatkan

SYARAT WAJIB ZAKAT FITRAH
Syarat-syarat wajib zakat fitrah adalah sebagai berikut :
a) Mempunyai kelebihan makanan pokok untuk dirinya dan keluarganya pada malam Hari Raya Idulfitri
b) Masih hidup saat terbenamnya matahari pada akhir bulan ramadahan
c) Beragama Islam,orang yang tidak beragama islam tidak wajib menunaikan zakat fitrah.Apabila dia menunaikan zakat fitrah ,tidak sah.

WAKTU ZAKAT FITRAH
Waktu yang diperbolehkan untuk menunaikan zakat fitrah adalah sebagai berikut :
a) Pada awal atau pertengahan bulan ramadhan
b) Pada akhir bulan Ramadhan Pagi hari sebelum mengerjakan salat Idulfitri
Waktu mengeluarkan Zakat Fitrah dapat dirinci sebagai berikut :
  1. Waktu wajib, yaitu ketika mendapati sebagian dari bulan Ramadhan dan sebagian dari bulan Syawwal.
  2. Waktu jawaz (boleh), yaitu mulai awal Ramadhan. Dengan catatan orang yang telah menerima fitrah darinya tetap dalam keadaan mustahiq (berhak menerima zakat) dan mukim saat waktu wajib. Jika saat wajib orang yang menerima fitrah dalam keadaan kaya atau musafir maka wajib mengeluarkan kembali.
  3. Waktu fadhilah (utama), yaitu setelah terbitnya fajar hari raya (1 Syawwal) sebelum pelaksanaan shalat ied.
  4. Waktu makruh, yaitu setelah pelaksaan shalat ied hingga terbenamnya matahari 1 Syawwal, kecuali karena menunggu kerabat atau tetangga yang berhak menerimanya.
  5. Waktu haram, yaitu mengakhirkan hingga terbenamnya matahari 1 Syawwal kecuali karena udzur seperti tidak didapatkan orang yang berhak didaerah itu. Namun wajib menggodho’i.

Hal–hal yang perlu diperhatikan: 
  1. Tidak sah memberikan zakat fitrah untuk masjid.
  2. Panitia zakat fitrah yang dibentuk oleh masjid, pondok, LSM, dll (bukan BAZ) bukan termasuk amil zakat karena tidak ada lisensi dari pemerintah.
  3. Fitrah yang dikeluarkan harus layak makan, tidak wajib yang terbaik tapi bukan yang jelek.
  4. Istri yang mengeluarkan fitrah dari harta suami tanpa seizinnya  untuk orang yang wajib dizakati, hukumnya tidak sah.
  5. Orang tua tidak bisa mengeluarkan fitrah anak yang sudah baligh dan mampu kecuali dengan izin anak secara jelas.
  6. Menyerahkan zakat fitrah kepada anak yang belum baligh hukumnya tidak sah (qobd-nya), karena yang meng-qobd harus orang yang sudah baligh.
  7. Zakat fitrah harus dibagikan pada penduduk daerah dimana ia berada ketika terbenamnya matahari malam 1 Syawal. Apabila orang yang wajib dizakati berada di tempat yang berbeda sebaiknya diwakilkan kepada orang lain yang tinggal di sana untuk niat dan membagi fitrahnya.
  8. Bagi penyalur atau panitia zakat fitrah, hendaknya berhati-hati dalam pembagian fitrah agar tidak kembali kepada orang yang mengeluarkan atau yang wajib dinafkahi, dengan cara seperti memberi tanda pada fitrah atau membagikan kepada blok lain.
  9. Mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) tetap wajib fitrah sekalipun dari hasil fitrah yang didapatkan jika dikategorikan mampu.
  10. Fitrah yang diberikan kepada kyai atau guru ngaji hukumnya TIDAK SAH jika bukan termasuk dari 8 golongan mustahiq.
  11. Anak yang sudah baligh dan tidak mampu (secara materi) sebab belajar ilmu wajib (fardlu ‘ain atau kifayah) adalah termasuk yang wajib dinafkahi, sedangkan realita yang ada mereka libur pada saat waktu wajib zakat fitrah. Oleh karena itu, caranya harus di-tamlikkan atau dengan seizinnya sebagaimana di atas.
  12. Ayah boleh meniatkan fitrah seluruh keluarga yang wajib dinafkahi sekaligus. Namun banyak terjadi kesalahan, fitrah anak yang sudah baligh dicampur dengan fitrah keluarga yang wajib dinafkahi. Yang demikian itu tidak sah untuk fitrah anak yang sudah baligh. Oleh karena itu, ayah harus memisah fitrah mereka untuk di-tamlikkan atau seizin mereka sebagaimana keterangan di atas.