Manusia
seperti disebutkan dalam Al-Quran, diberikan kesempurnaan untuk menjadi
Khalifah dimuka bumi ini. Kesempurnaan manusia itu telah di bekali oleh Alloh dua
serangkai yang saling bekerjasama, yaitu akal dan hati. ALLAH
Swt. menciptakan manusia dengan akal dan hati yang membuatnya berbeda dengan
makhluk lainnya.
Akal dan hati ibarat dua sisi mata
uang yang saling melengkapi. Apa yang tidak dikuasai akal dapat dilakukan
dengan hati, karena hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat dijangkau
oleh akal. Dengan kata lain, ketajaman akal harus diimbangi dengan kecerdasan
hati. Dalam menentukan sesuatu, keduanya harus terus berdialog tanpa putus.
Jika salah satu tidak berfungsi, maka yang terjadi adalah ketersesatan hati dan
keblingeran akal.
Akal
dan Hati merupakan dua alat berfikir. Yang satu berfikir melalui logika rasio
dan yang satu lagi berfikir melalui logika rasa, yang satu memilah salah dan
benar sementara yang satu lagi memilah baik dan buruk, begitu kata Al-Ghazali.
Dua-duanya merupakan alat dan sumber epistem pengetahuan, begitu kata Murtadha
Muthahari. Yang tentu saja di samping alat Indra kita sebagai alat untuk
menangkap realitas yang seterusnya ditafsir ulang oleh akal dan hati.
Kedua
piranti dalam diri kita ini sangat dianjurkan untuk berjalan satu kata untuk
tujuan keselarasan diri. Namun demikian, persoalannya adalah, kadang keduanya tidak
seimbang. Penyebabnya banyak, bisa karena kurangnya pembekalan akal, atau juga
kurangnya pembekalan hati. Apabila suatu saat terjadi kerusakan karena
kelalaian salah satu dari keduanya maka akan terjadi ketidakseimbangan diri.
Kekuatan utama kendali biasanya akal dan hati. Keduanya berupaya untuk
menempatkan posisi dominan dalam diri kita. Ragu muncul karena perbedaan
pendapat antara akal dan hati.
Di
dalam diri kita akal sebagai pusat logika sifatnya pasti dan kadang kaku tapi
obyektif. Hati sebagai pusat nurani, rasa, terkadang ada keraguan , labil dan
subyektif.
Akal mempunyai peran yang sangat
signifikan dalam memutuskan sesuatu. Dengan akal, manusia dapat berfikir, baik
itu memikirkan dirinya, orang-orang disekitarnya juga alam semesta. Dengan akal,
manusia berupaya mensejahterakan diri dan meningkatkan kualitas kehidupannya.
Pentingnya mendayagunakan akal sangat dianjurkan oleh Islam. Tidak terhitung banyaknya ayat Alqur’an dan Hadis Rasulullah saw. yang mendorong manusia untuk selalu berfikir dan merenung. Manusia tidak hanya disuruh memikirkan dirinya, tetapi juga dipanggil untuk memikirkan alam jagad raya. Dalam konteks Islam, memikirkan alam semesta akan mengantarkan manusia kepada kesadaran akan ke-Mahakuasaan Sang Pencipta (ALLAH Swt). Seperti sabda Rasulullah saw. al-din aql, la dina liman la aql lah (Agama adalah manifestasi akal, maka tidak dianggap beragama orang yang tidak berakal).Kata ‘aql yang mula-mula hanya berhubungan dengan kecerdasan praktis dan berguna untuk “mengikat” atau “menahan” memperoleh pemadatan makna dalam Al-Qur’an. Kata ini disebut 49 kali dalam 28 Surah : 31 kali dalam 19 Surah yang diturunkan di Makkah tempat kehidupan kaum Musllim berada pada suasana kaotis, dan 18 kali dalam 9 Surah yang diturunkan di Madinah ketika struktur kehidupan kebudayaan kaum muslim dikatakan sudah mapan.
Pentingnya mendayagunakan akal sangat dianjurkan oleh Islam. Tidak terhitung banyaknya ayat Alqur’an dan Hadis Rasulullah saw. yang mendorong manusia untuk selalu berfikir dan merenung. Manusia tidak hanya disuruh memikirkan dirinya, tetapi juga dipanggil untuk memikirkan alam jagad raya. Dalam konteks Islam, memikirkan alam semesta akan mengantarkan manusia kepada kesadaran akan ke-Mahakuasaan Sang Pencipta (ALLAH Swt). Seperti sabda Rasulullah saw. al-din aql, la dina liman la aql lah (Agama adalah manifestasi akal, maka tidak dianggap beragama orang yang tidak berakal).Kata ‘aql yang mula-mula hanya berhubungan dengan kecerdasan praktis dan berguna untuk “mengikat” atau “menahan” memperoleh pemadatan makna dalam Al-Qur’an. Kata ini disebut 49 kali dalam 28 Surah : 31 kali dalam 19 Surah yang diturunkan di Makkah tempat kehidupan kaum Musllim berada pada suasana kaotis, dan 18 kali dalam 9 Surah yang diturunkan di Madinah ketika struktur kehidupan kebudayaan kaum muslim dikatakan sudah mapan.
Akal sangat padat maknanya dalam
Al-Quran, dan digunakan secara luas oleh para pemikir Muslim. Berfungsinya akal
memiliki signifikansi ibadah. Sehingga orang gila (yang dianggap “kehilangan”
akal) akan dianggap tidak layak beribadah. Ibadahnya tidak berguna karena tidak
dilakukan dengan kesadaran.
Sedangkan
merujuk pada SQ-nya Danah Zohar jika Akal dan Hati telah sejalan digunakan
untuk alat berfikirnya dalam menjalankan kehidupan termasuk juga dalam
menjalankan kehidupan agama kita maka akan dicapai puncak spiritual dan itulah
yang telah dilakukan oleh Ummul Ulama Al-Ghazali yang telah menyatukan antara
filsafat dan tasauf yang satu berbasis pada akal dan satu lagi berbasis pada hati.
Oleh
karena itulah ilmuwan sekelas Einstein pernah mengatakan bahwa kedua alat
episteme tersebut harus selalu berjalan bareng dan beriringan. Ia mengatakan,
Agama tanpa akal maka akan lumpuh dan Ilmu tanpa agama akan buta. Dalam
pandangan saya pernyataan dari Einstein tersebut berkaitan dengan penggunaan
kedua episteme tersebut.
Al-Qardlawi
menyatakan bahwa akal dan hati dianggap sebagai wahana terpenting yang dapat
membantu manusia menciptakan peradaban dibumi dan melaksanakan tugas
kekhalifahan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT. Kata kunci dari
perkataaan Qardlawi tersebut adalah akal dan hati. Gabungannya bermuara kepada
ilmu pengetahuan dan sains, baik dari segi ontologi, epistimologi maupun aksiologinya.
Ontologi berkaitan dengan kajian tentang apa yang menjadi objek ilmu
pengetahuan dan sains. Epistimologi berkaitan dengan kajian tentang tata cara
memperoleh ilmu pengetahuan dan sains itu. Dan aksiologi berkaitan dengan
perihal penerapan keduanya dalam bentuk kehidupan manusia yang nyata.
Akal yang diciptakan Allah untuk berfikir dan mencari rahasia alam semesta yang indah dan penuh dengan ilmu pengetahuan yang harus dipelajari , digali dan dimanfaatkan untuk kepentingan umat manusia. Tanpa berfikir dan mempergunakan akalnya dan hatinya manusia tidak akan berkembang sesuai dengan fitrahnya.
Akal yang merupakan anugerah terindah, tertinggi dan terhebat bagi manusia, pembeda antara kita dengan hewan, sebuah alat yang difungsikan untuk berfikir; mengamati, mengolah data, menyimpan data dan lain-lain tak terhingga manfaatnya, benar-benar harus kita syukuri kepemilikan ini.
Definasi
akal ialah kekuatan untuk melahirkan
keputusan (Kesimpulan) tentang sesuatu realiti. Kesimpulannya,
akal adalah berfikir ataupun berfikir adalah akal. Yang terhasil apabila
berlaku, Perpindahan realiti yang telah diinderai oleh 5 pancaindera ke dalam
otak dan kemudian dihubungkan dengan maklumat awal yang tersimpan di dalam otak
itu.
Berfikir terdiri daripada 4 komponen yaitu:
Berfikir terdiri daripada 4 komponen yaitu:
1.
Realiti/objek: Sesuatu yang berlaku dalam bentuk visual atau
bunyian ataupun sentuhan atau rasa atau bau-bauan dan sebagainya.
2.
Lima pancaindera. Seperti mata untuk melihat, telinga untuk
mendengar, lidah untuk rasa, kulit untuk sentuhan dan hidung untuk menghirup.
3.
Otak: Untuk mengaitkan realiti dengan maklumat awal serta
menyimpan data-data maklumat yang didapati.
4.
Maklumat Awal: Kefahaman sesuatu fakta yang mempunyai
ciri-ciri khas yang disesuaikan Pola Berfikirnya (Cara Berfikirnya).
Ilmu
cenderung diidentikan dengan eksplorasi akal untuk menemukan hukum-hukum Tuhan
di alam raya ini, Sementara Agama pada sejarahnya yang konvensional berbicara
pada masalah baik dan buruknya suatu perilaku dan sikap berkaitan dengan
kehidupannya. Oleh karena itu Agama diidentikan dengan penggunaan hati yang
dapat memilah antara yang baik dan buruk.
Namun
demikian merujuk pada sejarah peradaban manusia terkadang kita melihat pada
satu pendapat tokoh, terlepas pendapatnya tersebut berangkat dari sporadic
pendapatnya saja atau yang berpijak pada penelitian, cenderung seringkali
mengagungkan satu alat episteme dan menghilangkan peran satu alat episteme
lain. Ilmu Episteme yang kita kenal dengan epistemology atau ilmu yang mengulas
bagaimana suatu ilmu itu didapatkan melaui cara seperti apa dan bagaimana
merupakan pertentangan antara akal dan hati.
Dalam
sejarah dunia modern, ribuan tahun setelah Sokrates, Aristoteles dan Plato
hidup, atau setelah filsuf China Lao Tze dan Konfutze melahirkan peradaban
seolah mengulang mbah moyangnya tersebut bahwa Dunia merupakan hasil
pertentangan antara akal dan hati.
Ingatkah
kita akan pemujaan terhadap IQ? Bahwa IQ akan menentukan sukses seseorang,
bukankah ini merupakan pemujaan terhadap Akal? Namun hasil penelitian tersebut
sirna sudah setelah Daniel Goleman menerbitkan buku Kecerdasan Emosi yang
berpijak pada alat episteme hati. Justeru menurut Goleman tersebut bahwa
Kecerdasan Emosilah (bisa membedakan baik-buruk) yang dapat mendorong sukses seseorang,
IQ menurutnya hanya menyumbangkan 6 % kesuksesan saja. Seorang yang ber-IQ
tinggi jika tidak bisa bagaimana berprilaku dalam kehidupannya niscaya tidak
akan pernah sukses.
Kini
di Jaman keringnya hati yang telah dirasakan oleh sebagian kalangan Barat,
karena terlalu memper-tuhankan Akal sebagai alat episteme/ basis manusia
modern, ia pun melirik dunia Timur yang kaya dengan spiritual. Spiritual adalah
penyatuan antara Akal dan Hati. Akal dan Hati saling menuntun agar yang satu
tidak sesat dan yang lain tidak lumpuh.
Dalam
Al-Qur’an bahwa orang beriman dianjurkan/ diperintahkan untuk berfikir,
memikirkan alam raya ini sebagai sumber kehidupannya. Oleh karena itulah Nabi
berpesan jika seseorang ingin selamat dunia Akhirat maka harus berpegang pada
Al-Qur’an dan Al-Hadits yang dalam penafsiran saya sekali lagi, di dalam
Al-Qur’an banyak perintah dan kebajikan yang harus diterima dengan hati (yang
tidak usah diperdebatkan lagi, di samping akal) juga hadits sebagai perkataan/
perilaku/ hasil pemikiran Nabi Muhammad. Sementara sebagai wujud dari arena
berfikir dari keumumuman dari kedua sumber hukum Islam tersebut, para ulama
harus menggunakan epistemenya yaitu akal dan hati untuk menghasilkan suatu
Ijtihad yang berlandaskan pada kemaslahatan ummat.
Rosululloh bersabda : “Sesungguhnya
di dalam tubuh anak Adam terdapat segumpal daging, Jika ia baik maka baiklah
tubuh itu seluruhnya, dan anggota anggota tubuh yang lain akan membuatnya baik,
Ia adalah Hati”.
Dari hadits di atas bisa di pahami, bahwa dalam tubuh
manusia yang paling pokok adalah hati. Ia adalah pemimpimpin yang di patuhi
dalam dunia tubuh. Anggota tubuh lainya hanyalah bagikan rakyat yang saling
dukung mendukung.
Dengan
demikian jika ingin meraih sukses sesuai dengan agama yang kita anut, tentu
Akal dan Hati tidak boleh dipisah-pisahkan apalagi yang satunya dibuang
jauh-jauh. Hanya menggunakan Akal, hati menjadi kering selalu berfikir
benar-salah, sementara hanya berfikir dengan hati hanya mempertimbangkan baik
dan buruk tanpa peduli benar dan salah. Yang Baik tentu harus benar dan
sebaliknya yang benar tentu harus baik.
Namun demikian, yang menjadi
pertanyaan selanjutnya adalah hati yang bagaimana yang dapat menunjukkan
kebenaran dari Allah…???
Dalam Alqur’an ALLAH menggambarkan manusia yang mempunyai hati namun hatinya tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya [Q.S. 7:179; 22:46], mempunyai hati namun keras seperti batu [Q.S. 2: 74].
Cara yang terbaik adalah kita upayakan agar kedua piranti dalam diri kita tersebut diberikan porsi yang seimbang. Yaitu, kapan kita menggunakan akal, kapan kita menggunakan hati. Dari hal ini pun dapat dikemukakan bahwa bila akal tidak kuasa melakukan fungsinya, maka gunakan hati.
Pada akhirnya, akal dan hati harus dipadukan secara harmoni. Disamping pentingnya akal dalam menemukan suatu kebenaran juga diperlukan ilham atau petunjuk Tuhan yang diberikan kepada manusia yang datang dari kebeningan hati. Jika kedua ciptaan Allah tersebut dapat digabungkan, maka akan lahirlah seseorang yang berfikir rasional, filosof sekaligus sufi yang pikirannya tinggi mengentas galaksi namun rendah hati di bumi. subhanaLLah… seperti inilah sosok khalifah yang diamanatkan menjaga bumi.
“Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan
menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya
semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi
kaum yang memikirkan” (S.13:3)
Penulis
Sobirin
Billah
Penyuluh
Agama Islam Kec. Bandung Wetan Kota Bandung
Artikel yg menarik... izin share ya
BalasHapustrimakasi saya banyak mendapat ilmu dari artikel ini
BalasHapusSangat membantu
BalasHapusberuntung bisa baca artikel yg bagus ini, alhamdulillah.
BalasHapusSyukron katsir tadz...izin share yah
BalasHapusSemoga bermanfaat
BalasHapusTerimakasih, ini sangat bermanfaat, semoga diberikan kukuatan dalam menjalankanya.amiiin
BalasHapuspengolahan pemahaman yg mendasar,,,izin share maz
BalasHapusSyukron Tadz
BalasHapusTerimakasih saya sudah baca..
BalasHapusBermanfaat pembahasannya