Rabu, 07 November 2012

PESAN NASIONAL



MENGEMBALIKAN HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA
PADA DERAJAT KEMANUSIAAN
Dalam beberapa minggu belakangan ini kita menyaksikan dan membaca informasi, baik melalui media elektronik seperti televise, internet, dan yang lainnya, maupun melalui media cetak seperti koran, majalah, tabloid dan lain-lain, dimana sebagian berita yang ditayangkan berupa kekerasan yang terjadi hampir di semua kalangan. Di kalangan pelajar SMP dan SMA terjadi tawuran, yang menyebabkan nyawa seseorang yang tidak berdosa melayang. Di NTB terjadi kerusuhan yang menyebabkan 5 orang meninggal dunia. Demikian juga yang terjadi di kepulauan Aru provinsi Maluku Utara, di Papua Barat, dan ledakan bom di Poso, yang tidak sedikit melahirkan kerugian, baik mental maupun material. Peristiwa paling mutakhir adalah tawuran antar kampong di lampung, yang mengakibatkan belasan nyawa orang melayang. Ratusan rumah hangus di bakar, dan ribuan orang yang tidak berdosa mengungsi, meinggalkan kampong halaman tempat bernaungnya yang telah porak poranda.
 Hukum tidak diindahkan, emosi masyarakat mudah tersulut, dan  tindakan main hakim sendiri menjadi hal yang lumrah. Kekerasan seolah menjadi satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah, padahal masalah yang hendak diselesaikan itu hanyalah persoalan kecil atau sepele dan tidak harus diselesaikan dengan kekerasan. Kemanakah jati diri bangsa Indonesia yang dulu sangat dikenal dengan sopan santun, lemah-lembut, penuh tatakrama, penuh penghormatan, penuh kearifan, penuh kerukunan, tertanam nilai-nilai agama dan budaya ? Semuanya seolah telah hilang ditelah gelombang budaya kekerasan, sadisme, pembunuhan, permusuhan, kerakusan dan lain-lain.
 Apakah persoalan yang sebenarnya tengan terjadi dengan bangsa ini, sehingga seolah-olah kita berada di sebuah daerah yang asing yang tidak mengenal saudara, teman, kerabat dan lingkungan ? Masih adakah akal sehat dan hati nurani pada bangsa ini ? Persoalan-persoalan tersebut merupakan tantangan bagi kita sebagai umat Islam dan harus dijawab dengan konsep qur’ani serta konsep umatan wahidah yang memiliki fungsi dasar kehidupan sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Imam al-Ghazali mengatakan bahwa manusia hidup berada pada dua kekuatan yang sangat besar dan sangat mempengaruhinya; yaitu kekuatan akal dan kekuatan nafsu. Kekuatan akal, mendorong manusia untuk berpikir logis dan berupaya menemukan kebenaran dengan meneliti terhadap sumber-sumber kebenaran, serta menjadi jembatan pada berbagai kesuksesan. Sedangkan nafsu mendorong manusia untuk berpikir tidak logis, bersifat rakus, merusak, menghancurkan, serta menjerumuskannya pada jurang kegagalan dan kesengsaraan. Ketika akal yang menguasai seseorang, maka dia akan bertemu dengan kesuksesan, namun ketika nafsu yang menguasainya, maka dia akan bertemu dengan kegagalan.
Relevansi teori imam al-Ghazali tersebut di atas dengan berbagai peristiwa yang telah dan tengah terjadi pada sebagian masyarakat negeri ini, jelas memberikan jawaban bahwa masyarakat negeri ini banyak yang tengah kehilangan akal sehatnya serta kekuatan akalnya dikalahkan oleh  hawa nafsunya. Oleh karena itu maka dapat dikatakan  bahwa bangsa ini tengah mengalami kegagalan dalam mewujudkan ketenangan, kedamaian, serta perlindungan terhadap jiwa masyarakatnya. Disinilah letak urgensitas pendidikan agama khususnya agama Islam dengan menanamkan nilai-nilai akhlak yang agung, menjaga nilai-nilai kemuliaan kemanusiaan serta tetap menghormati hak-hak individu dan social.
Nilai-nilai akhlak yang ditanamkan agama, khususnya agama Islam antara lain :
1)   Kasih sayang, hal ini sebagaimana di sabdakan oleh Rasulullah saw. :
    الرَّاحمُونَ يَرحمُهُم الرّحمنُ ارْحَموا مَنْ في الأرض يرحمْكُم من في السَّماءِ
Orang-orang yang yang penuh kasih-sayang akan dikasih-sayangi oleh Allah. Hendaklah kalian semua menyayangi semua yang ada di bumi, agar kalian disayangi oleh para penghuni langit. ( HR.Tirmidzi).
2)   Saling menghormati, hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah saw., yang artinya : “ Tidak termasuk ummat ku orang yang tidak menyayangi yang kecil dan tidak menghormati yang lebih besar “. 
3)   Musyawarah, sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159 :
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ  
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Dan nilai-nilai  lainnya, yang secara tegas difirmankan Allah dalam al-Qur’an, ditegaskan oleh Rasulullas saw dalam hadits-haditsnya, serta dilaksanakan oleh para salaf al-sholih.
Selain menanamkan nilai-nilai akhlak untuk kehidupan, pendidikan Islam juga menjaga nilai-nilai kemanusiaan, serta menempatkan manusia pada posisi yang mulia.
Allah berfirman dalam QS. Al- Isra : 70 :
* ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßg»uZù=žÒsùur 4n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs? ÇÐÉÈ  
dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

Secara tegas ayat di atas menempatkan manusia (keturunan Nabi Adam as) sebagi makhluk yang mulia. Bukti dari kemuliaan manusia tersebut, Allah jelaskan dalam kalimat selanjutnya yakni; disediakannya berbagai fasilitas kehidupan oleh Allah SWT., berupa lautan, daratan, dan rizki yang dilimpahkan. 
Keagungan harkat dan martabat manusia ini, Allah pelihara dan dijadikan sebagai syari’at yang harus ditaati. Hal ini dapat difahami dari adanya larangan Allah SWT untuk membunuh manusia. Allah SWT telah berfirman dalam QS.al-Maidah : 32
 ô`ÏB È@ô_r& y7Ï9ºsŒ $oYö;tFŸ2 4n?tã ûÓÍ_t/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) ¼çm¯Rr& `tB Ÿ@tFs% $G¡øÿtR ÎŽötóÎ/ C§øÿtR ÷rr& 7Š$|¡sù Îû ÇÚöF{$# $yJ¯Rr'x6sù Ÿ@tFs% }¨$¨Z9$# $YèÏJy_ ô`tBur $yd$uŠômr& !$uK¯Rr'x6sù $uŠômr& }¨$¨Y9$# $YèÏJy_ 4 ôs)s9ur óOßgø?uä!$y_ $uZè=ßâ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ¢OèO ¨bÎ) #ZŽÏWx. Oßg÷YÏiB y÷èt/ šÏ9ºsŒ Îû ÇÚöF{$# šcqèùÎŽô£ßJs9 ÇÌËÈ  
oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya[412]. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu[413] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.

Masih banyak ayat-ayat lain yang senada dengan ayat tersebut di atas, yang menginformsikan keharaman pembunuhan manusia. Bahkan dalam ayat lain Allah menegaskan larangan untuk membunuh itu, termasuk membunuh anak sendiri, karena takut miskin atau tidak mampu memberikan penghidupan.
Sebuah momentum yang beberapa saat yang lalu telah kita lalui, memberikan gambaran mengenai  keagungan harkat dan martabat manusia dihadapan Allah SWT. dan Allah memberikan pelajaran kepada manusia bagaimana seharusnya harkat dan martabat manusia itu dihormati.  Momentum tersebut adalah peristiwa idul adha atau hari raya qurban, yang harus direnungkan maknanya yang hakiki dan diaplikasikan di dalam kehidupan social.
Allah SWT telah berfirman di dalam al-Qur’an surat ash-Shafat ayat 102 – 111, yang menjelaskan mengenai kisah Nabi Ibrahim as beserta putranya Nabi Isma’il as. Allah SWT berfirman :
$¬Hs>sù x÷n=t/ çmyètB zÓ÷ë¡¡9$# tA$s% ¢Óo_ç6»tƒ þÎoTÎ) 3ur& Îû ÏQ$uZyJø9$# þÎoTr& y7çtr2øŒr& öÝàR$$sù #sŒ$tB 2ts? 4 tA$s% ÏMt/r'¯»tƒ ö@yèøù$# $tB ãtB÷sè? ( þÎTßÉftFy bÎ) uä!$x© ª!$# z`ÏB tûïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÉËÈ   !$£Jn=sù $yJn=ór& ¼ã&©#s?ur ÈûüÎ7yfù=Ï9 ÇÊÉÌÈ   çm»oY÷ƒy»tRur br& ÞOŠÏdºtö/Î*¯»tƒ ÇÊÉÍÈ   ôs% |Mø%£|¹ !$tƒöä9$# 4 $¯RÎ) y7Ï9ºxx. ÌøgwU tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÉÎÈ   žcÎ) #x»yd uqçlm; (#às¯»n=t7ø9$# ßûüÎ7ßJø9$# ÇÊÉÏÈ   çm»oY÷ƒysùur ?xö/ÉÎ/ 5OŠÏàtã ÇÊÉÐÈ   $oYø.ts?ur Ïmøn=tã Îû tûï̍ÅzFy$# ÇÊÉÑÈ   íN»n=y #n?tã zOŠÏdºtö/Î) ÇÊÉÒÈ   y7Ï9ºxx. ÌøgwU tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÊÉÈ   ¼çm¯RÎ) ô`ÏB $tRÏŠ$t6Ïã šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÊÊÊÈ  
102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".
103. tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).
104. dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
105. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu[1284] Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
107. dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[1285].
108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian,
109. (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim".
110. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
111. Sesungguhnya ia Termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

Rangkaian ayat-ayat al-Qur’an tersebut di atas, menjelaskan kepada kita peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim as. peristiwa tersebut adalah peristiwa yang sangat memberatkan nabi Ibrahim. Namun Nabi Ibrahim menyadari bahwa perintah itu merupakan perintah yang benar dan datang dari Dzat yang Maha Benar. Maka kemudian beliau melaksanakan perintah tersebut dengan penuh kesadaran, ketenangan, kesabaran dan ketawakalan. Buah dari kesadaran, ketenangan, kesabaran dan ketawakalan Nabi Ibrahim as kepada Allah SWT, kemudian melahirkan kesuksesan yang sangat besar, dimana kesuksesan tersebut terlukis dari pujian Allah terhadap Nabi Ibrahim dan diselamatkannya Nabi Ismail dari penyembelihan. Selanjutnya Allah mengganti kurban dari Nabi Ibrahim as tersebut dengan seekor kambing yang besar.
Dalam peristiwa tersebut di atas, ada satu poin utama yang sangat penting untuk kita jadikan sebagai sebuah catatan bersama yakni nilai penghargaan terhadap harkat kemanusiaan. Allah menggantikan Nabi Ismail yang akan disembelih, dengan seekor kambing yang besar, karena Allah SWT, sangat memahami betul tentang kemuliaan manusia. Allah sangat menghargai terhadap nilai kemanusiaan, dan Allah SWT sangat memahami betul terhadap kejiwaan manusia. Sehingga tidaklah pantas kalau manusia harus dikorbankan demi untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Kalau saja pengorbanan kepada Allah yang serba Maha itu tidak pantas dengan mengorbankan manusia, tentunya apalagi kalau manusia itu harus dikorbankan kepada sesama manusia, dan lebih-lebih lagi kalau korban manusia itu hanya untuk sesuatu yang sia-sia. Dalam syari’at Islam, korban atau qurban manusia merupakan sesuatu yang diharamkan.
Oleh karena itu maka dapatlah kita fahami bahwa solusi dari persoalan kekerasan, brutalisme, sadisme, pembunuhan, pengrusakan, dan lain-lain yang tengan melanda bangsa Indonesia yang kita cintai ini tiada lain kecuali :
1.    Menggunakan akal sehat dalam menyelesaikan setiap masalah;
2.    Mengembalikan harkat kemanusiaan pada kedudukan yang tinggi dan mulia sebagaimana awal penciptaannya;
3.    Menanamkan kesadaran bahwa semua manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang telah diberi kedudukan yang mulia;
4.    Menanamkan sikap tenang saat menghadapi berbagai persoalan, baik persoalan yang menyangkut kehidupan social dan terutama yang menyangkut masalah-masalah keagamaan;
5.    Menanamkan kesabaran dalam menjalani kehidupan, karena kehidupan merupakan batu ujian bagi manusia;
6.    Menanamakan ketawakalan, karena kita sadar hanya Allah lah satu-satunya Dzat yang Maha Kuasa;
Wallahu a’lam
Bandung, 05 Nopember 2012
Ahmad Zailani AW, M.Ag


Tidak ada komentar:

Posting Komentar