Selasa, 12 Juni 2012

Ibadah


Menumbuhkan Nikmatnya Ibadah !
Oleh :
Sunaryo Sarwoko, S.Sos
 Disampaikan dalam acara pra manasik haji, di KUA Bandung Wetan, Rabu, 09 Mei 2011 M

Ibadah merupakan sebuah kalimat yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita,  kita sudah sangat sering mendengar kalimat tersebut dari para da’i maupun dari berbagai bahan referensi yang pernah kita baca. Secara kebahasaan, ibadah  berasal dari kalimat bahasa arab, `abdun’ atau ‘abd’, yang berarti taat, tunduk, menyembah dan memperhambakan diri.
Sedangkan maknanya secara umum, kalimat ibadah sendiri mengandung arti  diorientasikannya  seluruh aktivitas kita, baik fisik maupun rohani, untuk senantiasa mengikuti, mentaati dan mematuhi segala syariat yang diturunkan Allah Swt. melalui para nabi dan rasulnya, disertai penghambaan dan rasa cintanya.
Penciptaan manusia mempunyai tujuan yang telah ditentukan oleh Allah Swt. yaitu melaksanakan ibadah kepada-Nya, “Dan Aku Tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah (menyembah) kepada Ku”. (QS. 51: 56). Allah mengutus para nabi dan rasul, untuk berdakwah atau menyeru ummatnya agar beribadah kepada Allah dan melarang menyembah kepada selain-Nya, “Sungguh Kami mengutus seorang rasul pada setiap kelompok manusia untuk menyerukan beribadalah kepada Allah saja dan tinggalkan thoghut”. (QS. An Nahl : 36). Bahkan dalam ayat yang lain Allah berfirman, “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan padanya bahwa tidak ada sesembahan yang haq diibadahi melainkan Aku, maka beribadahlah kepada-Ku”. (QS. Al Anbiya’:25)
Ibadah pada dasarnya, diklasifikasikan menjadi dua bagian yakni, ibadah khos (khusus) dan ibadah ‘aam (umum). Ibadah  ibadah khos (khusus) ialah ibadah yang berkaitan dengan pelaksanaan arkanul Islam, seperti  syahadatain, shalat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan ibadah ‘aam (ibadah umum) adalah segala aktivitas yang  titik tolaknya adalah keikhlasan  yang ditunjukan untuk mencapai ridho Allah  berupa amal shaleh (Muhaimin, 1994 : 257). Senada dengan hal tersebut, para  ulama juga membagi ibadah dalam beberapa klasifikasi lain, yakni :

1.        Ibadah ‘Itiqodiyah / Qolbiyah (keyakinan)
Ibadah ‘Itiqodiyah seperti berkeyakinan bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. (QS 47:19), Cinta kepada Allah (QS 2:165), Takut kepada Allah serta mengaharapkan rahmatnya. (QS 70:27-28), Inabah (kembali) kepada Allah (QS 39:54 ), Tawakal dan meminta pertolongan kepada Allah (QS 1:5; QS 64:13 )
2.   Ibadah Qouliyah (lisan)
Ibadah Qouliyah seperti Mengucapkan dua kalimah Syahadat, Dzikir kepada Allah tasbih dan istighfar. (QS 33:41-42), Bersumpah dengan nama Allah, berdoa dan minta pertolongan kepada Allah. (QS 40:60), Dakwah kepada Allah dan Amar makruf Nahi Mungkar (QS 41:33; QS 3:104)
3.   Ibadah Amaliyah
      Ibadah Amaliyah seperti Mendirikan Solat (QS 98:5), Menunaikan Zakat (QS 2:110), Puasa Ramadhan (QS 2:183), Haji ke Baitullah bagi yang mampu (QS 3:97), Berhukum dengan hukum Allah (QS 12:40), Berjihad di jalan Allah (QS 2:216; QS 13:142), Bernazar untuk Allah (QS 76:7), Tawaf di Baitullah (QS 22:29).

Secara khusus Ibnu Taimiyyah juga memaparkan bahwa ibadah adalah nama yang menggabungkan setiap perkara yang di sukai dan diridhoi Allah dari jenis perkataan ataupun perbuatan lahir dan batin. Menurutnya, sholat, zakat, puasa, haji, berkata benar, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menghubungkan sillaturrahim, menepati janji, menyuruh kepada kebaikan, mencegah pada kejahatan, berperang menentang orang kafir dan munafik, berdoa, berzikir, membaca  Al Quran, membela hak-hak anak yatim, orang miskin, musafir, dan hamba sahaya, semuanya itu termasuk sebahagian dari ibadat.

Menumbuhkan Nikmatnya Ibadah.

Pada prinsipnya, ibadah memiliki cakupan yang sangat luas.  Dari cakupan yang demikian luas itu, sudahkan kita merasakan nikmatnya ibadah? Terkadang kita melihat saudara-saudara kita begitu khusyuk dalam sholatnya, tenang dan penuh penghayatan, hingga tak sadar berlinanglah air matanya.  Kita juga mungkin pernah mendengar, ada saudara kita yang selalu mendermakan hartanya secara diam-diam, ia tidak merasa rugi hartanya disedekahkan kepada orang lain dan  ia tidak peduli tak ada orang yang memujinya, tapi ia begitu menikmati hal tersebut sebagai bentuk kecintaannya  terhadap  Allah, Rasul, dan sesamanya.
Bagi orang-orang yang telah merasakan nikmatnya ibadah, seberat apa pun ibadah tersebut, namun seolah sangat ringat dan mudah dilakukan. Rasulullah Saw. sendiri merupakan orang yang sangat menikmati ibadahnya, perhatikanlah uraian  hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim berikut ini.  Rasulullah Saw. pernah  melaksanakan shalat malam hingga kedua tumitnya bengkak. Ketika Aisyah ra. bertanya, “Mengapa engkau melakukan hal itu ya rasulullah? bukankah Allah sudah mengampuni dosamu yang sudah lalu dan yang akan datang?” Rasulullah Saw. menjawab : “Bukankah sepantasnya aku menjadi hamba yang bersyukur?.
            Sudahkah kita merasakan nikmatnya ibadah? Inginkah kita menikmati ibadah-ibadah yang kita lakukan, sebagaimana  Rasulullah Saw. dan para sahabat lainnya? Kata kuncinya adalah ikhlas.  Ketika kita beribadah, ikhlaskan niat semata-mata hanya karena Allah Swt.,  jangan terjebak hanya karena menginginkan pahala, surga atau karena takut dengan siksa-Nya.  Yakinilah, pahala  dan surga akan menjadi milik kita, tatkala kita beribadah  dengan benar dan penuh keikhlasan. 
Ketika kita beribadah kepada Allah Swt. kita tidak perlu  itung-itungan, karena sekecil apa pun ibadah yang kita lakukan, Allah Swt. pasti akan membalasnya.  Menghiasi hati dengan keikhlasan, akan mampu meringankan ibadah apa pun yang kita laksanakan. Ingatlah, Allah Swt. Maha Kuasa, Allah senantiasa memantau dan mengawasi kita,  Rasulullah Saw. bersabda, “...Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau....”.( HR. Muslim). 
Jangan sampai kita rajin beribadah dikala senang, atau justru kita menjadi malas beribadah tatkala memperoleh banyak ujian dan musibah. Allah Swt. menyindir orang-orang yang demikian dalam firman-Nya, “Sebahagian daripada manusia yang menyembah Allah secara tidak tetap, bila mendapat kebaikan dia teruskan dan bila terkena kesusahan dia berpaling tadah. Rugilah dia di dunia dan di akhirat. Itulah kerugian yang amat nyata”. (QS. Al-Hajj: 11). Wallahu’alam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar