Menumbuhkan Nikmatnya Ibadah !
Oleh
:
Sunaryo
Sarwoko, S.Sos
Ibadah
merupakan sebuah kalimat yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita, kita sudah sangat sering mendengar kalimat
tersebut dari para da’i maupun dari berbagai bahan referensi yang pernah kita
baca. Secara kebahasaan, ibadah berasal
dari kalimat bahasa arab, `abdun’ atau ‘abd’, yang berarti taat, tunduk,
menyembah dan memperhambakan diri.
Sedangkan maknanya secara umum, kalimat ibadah sendiri
mengandung arti diorientasikannya seluruh aktivitas kita, baik fisik maupun
rohani, untuk senantiasa mengikuti, mentaati dan mematuhi segala syariat yang
diturunkan Allah Swt. melalui para nabi dan rasulnya, disertai penghambaan dan
rasa cintanya.
Penciptaan manusia mempunyai tujuan yang telah ditentukan
oleh Allah Swt. yaitu melaksanakan ibadah kepada-Nya, “Dan Aku Tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah (menyembah)
kepada Ku”. (QS. 51: 56). Allah mengutus para nabi dan rasul, untuk berdakwah
atau menyeru ummatnya agar beribadah kepada Allah dan melarang menyembah kepada
selain-Nya, “Sungguh Kami mengutus seorang rasul pada setiap kelompok manusia
untuk menyerukan beribadalah kepada Allah saja dan tinggalkan thoghut”. (QS. An
Nahl : 36). Bahkan dalam ayat yang lain Allah berfirman, “Dan Kami tidak
mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan padanya bahwa
tidak ada sesembahan yang haq diibadahi melainkan Aku, maka beribadahlah
kepada-Ku”. (QS. Al Anbiya’:25)
Ibadah pada dasarnya, diklasifikasikan menjadi dua bagian
yakni, ibadah khos (khusus) dan ibadah ‘aam (umum). Ibadah ibadah khos (khusus) ialah ibadah yang
berkaitan dengan pelaksanaan arkanul Islam, seperti syahadatain, shalat, puasa, zakat dan haji.
Sedangkan ibadah ‘aam (ibadah umum) adalah segala aktivitas yang titik tolaknya adalah keikhlasan yang ditunjukan untuk mencapai ridho
Allah berupa amal shaleh (Muhaimin, 1994
: 257). Senada dengan hal tersebut, para ulama juga membagi ibadah dalam beberapa klasifikasi
lain, yakni :
1.
Ibadah ‘Itiqodiyah / Qolbiyah (keyakinan)
Ibadah ‘Itiqodiyah seperti berkeyakinan
bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. (QS 47:19),
Cinta kepada Allah (QS 2:165), Takut kepada Allah serta mengaharapkan
rahmatnya. (QS 70:27-28), Inabah (kembali) kepada Allah (QS 39:54 ), Tawakal
dan meminta pertolongan kepada Allah (QS 1:5; QS 64:13 )
2.
Ibadah Qouliyah (lisan)
Ibadah Qouliyah seperti Mengucapkan
dua kalimah Syahadat, Dzikir kepada Allah tasbih dan istighfar. (QS 33:41-42),
Bersumpah dengan nama Allah, berdoa dan minta pertolongan kepada Allah. (QS
40:60), Dakwah kepada Allah dan Amar makruf Nahi Mungkar (QS 41:33; QS 3:104)
3.
Ibadah Amaliyah
Ibadah Amaliyah seperti Mendirikan Solat
(QS 98:5), Menunaikan Zakat (QS 2:110), Puasa Ramadhan (QS 2:183), Haji ke
Baitullah bagi yang mampu (QS 3:97), Berhukum dengan hukum Allah (QS 12:40),
Berjihad di jalan Allah (QS 2:216; QS 13:142), Bernazar untuk Allah (QS 76:7),
Tawaf di Baitullah (QS 22:29).
Secara
khusus Ibnu Taimiyyah juga memaparkan bahwa ibadah adalah nama yang
menggabungkan setiap perkara yang di sukai dan diridhoi Allah dari jenis
perkataan ataupun perbuatan lahir dan batin. Menurutnya, sholat, zakat, puasa,
haji, berkata benar, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menghubungkan
sillaturrahim, menepati janji, menyuruh kepada kebaikan, mencegah pada
kejahatan, berperang menentang orang kafir dan munafik, berdoa, berzikir, membaca
Al Quran, membela hak-hak anak yatim,
orang miskin, musafir, dan hamba sahaya, semuanya itu termasuk sebahagian dari
ibadat.
Menumbuhkan Nikmatnya Ibadah.
Pada prinsipnya, ibadah memiliki cakupan yang sangat luas. Dari cakupan yang demikian luas itu, sudahkan
kita merasakan nikmatnya ibadah? Terkadang kita melihat saudara-saudara kita
begitu khusyuk dalam sholatnya, tenang dan penuh penghayatan, hingga tak sadar
berlinanglah air matanya. Kita juga
mungkin pernah mendengar, ada saudara kita yang selalu mendermakan hartanya
secara diam-diam, ia tidak merasa rugi hartanya disedekahkan kepada orang lain
dan ia tidak peduli tak ada orang yang
memujinya, tapi ia begitu menikmati hal tersebut sebagai bentuk kecintaannya terhadap Allah, Rasul, dan sesamanya.
Bagi orang-orang yang telah merasakan nikmatnya ibadah,
seberat apa pun ibadah tersebut, namun seolah sangat ringat dan mudah
dilakukan. Rasulullah Saw. sendiri merupakan orang yang sangat menikmati
ibadahnya, perhatikanlah uraian hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim berikut ini. Rasulullah Saw. pernah melaksanakan shalat malam hingga kedua
tumitnya bengkak. Ketika Aisyah ra. bertanya, “Mengapa engkau melakukan hal itu
ya rasulullah? bukankah Allah sudah mengampuni dosamu yang sudah lalu dan yang
akan datang?” Rasulullah Saw. menjawab : “Bukankah sepantasnya aku menjadi
hamba yang bersyukur?.
Sudahkah kita merasakan nikmatnya
ibadah? Inginkah kita menikmati ibadah-ibadah yang kita lakukan, sebagaimana Rasulullah Saw. dan para sahabat lainnya? Kata
kuncinya adalah ikhlas. Ketika kita
beribadah, ikhlaskan niat semata-mata hanya karena Allah Swt., jangan terjebak hanya karena menginginkan
pahala, surga atau karena takut dengan siksa-Nya. Yakinilah, pahala dan surga akan menjadi milik kita, tatkala
kita beribadah dengan benar dan penuh
keikhlasan.
Ketika kita beribadah kepada Allah Swt. kita tidak
perlu itung-itungan, karena sekecil apa
pun ibadah yang kita lakukan, Allah Swt. pasti akan membalasnya. Menghiasi hati dengan keikhlasan, akan mampu
meringankan ibadah apa pun yang kita laksanakan. Ingatlah, Allah Swt. Maha
Kuasa, Allah senantiasa memantau dan mengawasi kita, Rasulullah Saw.
bersabda, “...Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah
engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah)
melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau....”.( HR. Muslim).
Jangan sampai kita rajin beribadah
dikala senang, atau justru kita menjadi malas beribadah tatkala memperoleh
banyak ujian dan musibah. Allah Swt. menyindir orang-orang yang demikian dalam
firman-Nya, “Sebahagian daripada manusia yang menyembah Allah
secara tidak tetap, bila mendapat kebaikan dia teruskan dan bila terkena
kesusahan dia berpaling tadah. Rugilah dia di dunia dan di akhirat. Itulah
kerugian yang amat nyata”. (QS. Al-Hajj: 11). Wallahu’alam bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar